Operasi Zebra di Bitung Dibuka dengan Kisah Humanis: Saat Helm Jadi Hadiah Keselamatan dan Empati Menjadi Bahasa Penegakan Hukum

Advertisement

Iwo Indonesia

Iwo Indonesia

Operasi Zebra di Bitung Dibuka dengan Kisah Humanis: Saat Helm Jadi Hadiah Keselamatan dan Empati Menjadi Bahasa Penegakan Hukum

Selasa, 18 November 2025


Kilas-Info.comBitung–Humas Polres Bitung. 18/11/2025– Hari pertama Operasi Zebra 2025 di Kota Bitung, Senin (17/11/2025), menghadirkan sebuah kisah kecil yang justru meninggalkan jejak besar. Di antara deru kendaraan dan terik pagi yang memantul di aspal Jalan Wolter Monginsidi, Girian, Sat Lantas Polres Bitung memperlihatkan bahwa hukum tak selalu berdiri kaku—ia juga bisa menunduk, merendah, dan memeluk manusia dengan hangat.

Operasi pagi itu dipimpin Kasat Lantas Polres Bitung, AKP Dwi Dea Angraini, S.I.K., M.H., yang mengawal langsung jalannya pemeriksaan kendaraan. Di tengah kepadatan arus, seorang ibu pengendara motor dihentikan karena tidak mengenakan helm. Dua anak balitanya duduk di belakang, wajah mereka terlihat letih, seolah perjalanan itu bukan sekadar rutinitas, melainkan upaya melawan keadaan.
Awalnya, suasana sempat tajam—seperti lazimnya penindakan pelanggaran lalu lintas. Namun ketegangan itu perlahan menguap ketika sang ibu, dengan suara yang terbata oleh cemas, menjelaskan bahwa ia sedang bergegas membawa anaknya yang sakit ke dokter. Ada nada panik yang terselip di kata-katanya, seperti rintik hujan pertama yang menandakan badai kecil di hatinya.

Mendengar cerita itu, AKP Dwi Dea mengambil langkah yang jauh dari bayangan banyak orang tentang operasi lalu lintas. Ia berjalan ke mobil patroli, mengambil sebuah helm baru, lalu kembali ke hadapan ibu tersebut. Dengan gerakan lembut, ia mengenakan helm itu ke kepala sang ibu—bukan sebagai bentuk hukuman, melainkan hadiah keselamatan.
“Bu, pakai dulu ya. Keselamatan tetap yang utama. Silakan lanjut, biar anaknya cepat ditangani,” ucapnya dengan nada yang lebih menyerupai kakak menenangkan adiknya ketimbang seorang petugas menegur pelanggar.

Sekejap, suasana yang awalnya tegang berubah menjadi adegan yang hampir puitis: seorang petugas memasang helm seperti orang tua yang memakaikan topi pada anaknya sebelum bepergian, sementara seorang ibu yang lelah hanya bisa menatap penuh terima kasih. Mata beberapa warga yang melihat turut menghangat. Beberapa pengendara bahkan memperlambat laju kendaraan, seolah takut melewatkan momen langka yang jarang terlihat di jalanan.

Dalam keterangannya kemudian, AKP Dwi Dea menegaskan bahwa penegakan hukum tidak selalu harus bergema keras.

“Keselamatan itu prioritas. Tapi ketika kita berhadapan dengan kondisi mendesak, empati harus ikut berbicara. Aturan itu dibuat untuk melindungi, dan kadang perlindungan itu harus dimulai dari pemahaman,” tuturnya.

Operasi Zebra di Bitung tahun ini bertujuan menekan angka kecelakaan dan meningkatkan disiplin berkendara. Namun tanpa disangka, hari pertama operasi justru menyampaikan pesan lebih halus namun dalam: bahwa edukasi paling ampuh tidak selalu datang dari sanksi, melainkan dari sentuhan manusiawi yang menggetarkan hati.

Helm yang diberikan hari itu mungkin hanyalah sebuah benda, namun maknanya menjelma menjadi simbol—bahwa keselamatan tidak sekadar peraturan, melainkan bahasa cinta yang sederhana, yang kadang terlupakan di tengah hiruk pikuk perjalanan hidup.

Ingrid F Rumetor